Jumat, 12 Juli 2013

Kopeng-Penggaron
Okey... 2 kata untuk hari itu “apa-apaan” marai neSU. Haha. Oke ini kisah 5 orang surveyor Kepak Sayap dan 1 orang penganter sukarelawan (re:Eko) *maap. Kita dijatah survey ke tempat lanjut kita. rencana awal adalah di Penggaron yang letaknya di Desa Susukan, kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang. Tapi kebetulan ada yang usul ke Kopeng. Katanya di sana banyak species burung dan cocok untuk tempat birdwatching.
            Baiklah, pagi itu, Hari Kamis,pukul 10 waktu Indonesia bagian Solo, di tengah-tengah suasana di PHP seorang dosen, di tengah-tengah sebuah masalah yang menerpa salah satu anggota kami, berangkatlah kami dari kampus kehidupan menuju kawasan Kabupaten Semarang (tempat kelahiranku) yang keras. :D. motoran. -.-.
            Langit di hiasi awan mendung, mengindikasikan hujan nantinya. Jalanan yang tampak ramai itu membuatku lumayan khawatir, begitu pula dengan yang lainnya. Dalam kondisi yang tidak mengerti jalan tertentu dan hanya njagakke plank arah di jalanan, membuat saya semakin khawatir kalau-kalau kami tersesat. Karena sesungguhnya, sayalah yang dijadikan navigator dalam perjalanan survey ini, namun karena keterbatasan saya dalam mengerti tempat yang kami tuju itulah yang membuat semuanya ini tampak samar. Apalagi Kopeng. Terakhir saya kesana kelas 2 SD. Wakakak. Sempet juga ketika perjalanan menuju arah Kopeng, kami menyaksikan tabrakan yang atraktif. Zzz. Jalanan mirip TW, Cuma lebih sempit. Kami juga disuguhi pemandangan ciptaan sang Kuasa yang betul-betul membuat mulut ini mengucap “subhanallah”. Selain itu kita juga disuguhi pemandangan anak sekolah yang ada di depan kami. 2 Perempuan, berboncengan. Memamerkan femurnya. Sesekali menoleh ke arah rombongan kami. Kebetulan saya yang berada persis di belakangnya. Sesekali saya menoleh ke teman-teman laki-laki yang ada di belakang saya. Memperhatikan raut muka mereka ketika melihat pemandangan itu. Ahmad dan Wisnu yang berboncengan terlihat cekikikan, Atika dan Eko juga sepertinya terkagum-kagum. Masya Allah. Hahahahaha.
            Jam 12.00, kami sampai di Kopeng (desanya). Kita masih bingung mau nyari untuk birdwatching. Kita berhenti sejenak di depan sebuah toko. Minum sejenak setelah selama perjalanan 2 jam nggak minum. Lalu sang ketua angkat bicara. Dia berkata bahwa lokasi birdwatching kita di Pos 1 Pendakian Merbabu. Buseeett. Saya kaget mendengarnya. Kita mau birdwatching di gunung? Yakin? (pikiranku langsung melayang ke teman-temanku yang alergi dingin dsb). Kita bingung. kita berenam sama sekali tak ada yang mengerti tempat ini. Kebetulan tadi pas di jalan saya melihat papan penunjuk arah menuju pendakian merbabu. Kita ke sana. Karena masih bingung, akhirnya saya dan Atika bertanya kepada bapak-bapak tukang ojek yang sedang membuat api unggun (api kita sudah menyalaaa). Ya, udara di sini dingin.
            Kita tarik kesimpulan dari ngendikanipun bapak tadi. Baiklah, kita menuju Pos Thekelan. Berharap kita menemukan base camp,biar cepet ketemu birokrasinya. Jalanan yang tidak begitu lebar, banyak yang berlubang, kanan kiri pepohonan melambai karena angin gunung. Dalam perjalanan, kita di samperin seorang bapak bersepeda motor. Ya agak serem, tapi saya ndak takut. Bapak itu memberitahu ke kita untuk berhati-hati selama perjalanan. “banyak pinus yang tumbang” katanya. Bapak itu lalu mendahului kita, berada di depan rombongan kami seolah menunjukkan jalan kepada kami.*baik banget bapaknya, meskipun mukanya serem. Di sebuah pertigaan, bapaknya menghentikan motornya, dan menoleh ke kami. “Lurus terus saja ya mas mbak, hati-hati ya” ucapnya sambil mengarahkan dengan bahasa tubuhnya. Lalu beliaunya belok kanan di pertigaan itu. “Terimakasih pak, maturnuwun sanget Pak”.. ucap kami.
            Kita terus melaju, dengan hati-hati sesuai ucapan bapak tadi “hati-hati banyak pinus yang tumbang”. Sampai akhirnya kita tak meyakini tempat kita berada. Kita berhenti, menentukan arah. Lalu kita lanjut. Sejenak kemudian, kita putus asa. Kita berhenti pada sebuah masjid. Dan memutuskan untuk shalat Dzuhur terlebih dahulu. Waktu menunjukkan pukul 12. 45. Setelah shalat, kita berbincang sejenak. Memikirkan keberlanjutan survey ini. Akhirnya kita membuat opsi, Tanya dulu kepada penduduk tentang keberadaan base camp, kalau jauh kita balik dan ke pEnggaron, kalau deket, kita lanjut, survey di sini. Baiklah. Saya dan Atika kembali yang bertanya. Setelah bertanya ke sebuah rumah dan bertemu ibu-ibu, kita mendapatkan sebuah informasi. Basecamp tidak jauh dari sini. Baiklah, kita lanjut naik. Jalannya sudah halus, tapi lumayan ekstrim, sehingga membuat saya pesimistis apabila kita jadi Latsus di sini.
            Sampailah kita di Basecamp, tapi setelah ada penduduk lewat, beliau berkata “basecampnya bukan di sini mbak, tapi di situ (di seberang jalan tempat kami berdiri). Kita beranjak ke sana. Tapi yang jaga base camp tak ada. Kita menunggu, menunggu, sampai ada anak kecil yang muncul dan senyum-senyum kepada kami. Nah, kita tanyai saja ini anak, siapa tau bapaknya adalah penjaga basecamp ini. Benar saja, anak itu adalah anak penjaga basecamnp ini. Tak lama kemudian bapak penjaga basecamp keluar, kita di persilakan masuk basecamp. (lumayan serem juga ini basecamp). Kita memperkenalkan diri kami sebentar dan langsung menyampaikan maksud dan tujuan kami ke tempat itu. Kemudian bertanya Tanya tentang pertanyaan yang sudah kami list sebelumnya. J. Tak lama perbincangan kami dengan Pak penjaga basecamp. Kita memutuskan balik, Karena cuaca yang sudah mendung dan hujan rintik-rintik.
Tapi sang Ketua ingin mengerti tempat yang akan kita pakai besok alias Pos 1. Yasudah karena banyak yang setuju, kami berbalik badan menuju basecamp kembali untuk minta izin kepada Bapak penjaga basecamp untuk naik ke Pos 1. Karena diperbolehkan, kita langsung cus menuju pos 1. Baru 10 menit perjalanan, kita di hantam angin, hujan dan kabut. Kabut (teringat ketika di Lawu). Lalu kita berteduh di sebuah gubuk tempat pembibitan. *melas*. 
Hujan makin deras dan kabutpun makin tebal. Kami menunggu dengan gelisah. Saya sendiripun malah jadi sedih L. Beberapa saat kemudian, kabut pergi, hujan tinggal sisa-sisanya, kami lanjut perjalanan ke atas. Di jalanan yang licin itu kita bertemu bapak-bapak yang pulang dari mengambil rumput. Kami menyapa. Di belakangnya ada mas-mas pendaki yang turun. Mereka menyapa “mau naik mas mbak?” buset, Cuma saya yang njawab “mau survey” yang lainnya cuma mesam mesem. Ya mungkin pada mbatin kali ya. Padahal jelas-jelas dari kami tak ada yang berpakaian layaknya pendaki, saya aja pakai celana jeans, pakai payung pula. Ketemu lagi mbak mas pendaki di belakangnya. Ada yang bilang ke kami. “ya mas mbak tadi ada badai lho di atas, hatihati, tapi sudah berlalu, haha” zzz. -,-. Kemudian saya bertanya ke seorang pendaki yang ketemu lagi di depan kami tentang keberadaan Pos 1. Masih jauh, masih 3km katanya. Buseeeettt. Kita nggak bakal nyandak ke Penggaron kalau kita mau lanjut terus sampe Pos 1. Mau berapa jam? Haaaaah. *pusing *pening
Akhirnya kita hanya naik sebentar untuk mencari tempat yang agak lapang yang sekiranya bias buat ndiriin tenda,, seenggaknya kita ada tempat buat besok. Entah meskipun kita harus survey lagi apa gimana yang penting kita udah dapet bayangan deh.






15 menit kemudian, kabut datang. Saya jadi takut. L. Beberapa menit kemudian setelah semuanya fix, kita turun, kita terjebak kembali oleh hujan. Lariiii lariiiii, menuju sebuah gubuk tak berpenghuni. Hujan, mereda, kita kembali ke base camp untuk melapor ke bapak penjaga basecamp sekalian berpamitan dan membayar retribusi kami watu itu. Kita dibebaskan dari seluruh biaya retribusi lohh.. bapaknya baik banget.  Wekekek..
“untuk kali ini nggak usah mbayar mbak, wong Cuma survey kok, hheehe”
Perjalanan kami lanjutkan menuju Penggaron, Ungaran. Perdebatan sempat terjadi anatara Wisnu dengan Ahamad. Namun, Ahmad lah yang menang. Baru setengah perjalanan menuju Penggaron, kami terjebak hujan lagi, entah mengapa Hujan di bulan Juni ini begitu mengerikan di a wilayah ini. Tambah lagi jalanan yang penuh, macet, dan bebarengan dengan pulangnya orang-orang perindustrian.
Akhirnya sampailah kami di Hutan Penggaron. Ya, tempatnya lumayan “singup”. Yaiyalah wong udah sore dan cuaca pun mendung. Benar-benar hutan. Kereeen. Kami harus menempuh perjalanan kaki yang lumayan jauh menuju Camping Ground. Saya yang notabene orang sekitar sini, baru pertama kali datang ke Hutan Penggaron ini. Memalukan.
Cukup singkat keberadaan kami di Penggaron karena waktu juga sudah sore dan beberapa diantara kami ada beberapa keperluan selanjutnya. Setelah berbicara sedikit dengan pengelola, kami memutuskan untuk pulang ke Solo.

Yah perjalanan yang melelahkan (stress) namun bias menjadi pelajaran buat kita semua, buat kita berenam pada khususnya. Daaan, akhirnya Kopenglah yang dipilih untuk tempat Latihan lanjut Kepak Sayap. Yeee,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar