Kopeng-Penggaron
Okey...
2 kata untuk hari itu “apa-apaan” marai neSU. Haha. Oke ini kisah 5 orang surveyor Kepak Sayap dan 1 orang
penganter sukarelawan (re:Eko) *maap. Kita dijatah survey ke tempat lanjut kita. rencana
awal adalah di Penggaron yang letaknya di Desa Susukan, kec. Ungaran Timur,
Kab. Semarang. Tapi kebetulan ada yang usul ke Kopeng. Katanya di sana banyak
species burung dan cocok untuk tempat birdwatching.
Baiklah, pagi itu, Hari Kamis,pukul
10 waktu Indonesia bagian Solo, di tengah-tengah suasana di PHP seorang dosen,
di tengah-tengah sebuah masalah yang menerpa salah satu anggota kami,
berangkatlah kami dari kampus kehidupan menuju kawasan Kabupaten Semarang
(tempat kelahiranku) yang keras. :D. motoran. -.-.
Langit di hiasi awan mendung, mengindikasikan hujan nantinya. Jalanan yang tampak ramai itu membuatku lumayan
khawatir, begitu pula dengan yang lainnya. Dalam kondisi yang tidak mengerti
jalan tertentu dan hanya njagakke plank arah di jalanan, membuat saya semakin
khawatir kalau-kalau kami tersesat. Karena sesungguhnya, sayalah yang dijadikan
navigator dalam perjalanan survey ini, namun karena keterbatasan saya dalam
mengerti tempat yang kami tuju itulah yang membuat semuanya ini tampak samar. Apalagi
Kopeng. Terakhir saya kesana kelas 2 SD. Wakakak. Sempet juga ketika perjalanan
menuju arah Kopeng, kami menyaksikan tabrakan yang atraktif. Zzz. Jalanan mirip
TW, Cuma lebih sempit. Kami juga disuguhi pemandangan ciptaan sang Kuasa yang
betul-betul membuat mulut ini mengucap “subhanallah”. Selain itu kita juga
disuguhi pemandangan anak sekolah yang ada di depan kami. 2 Perempuan,
berboncengan. Memamerkan femurnya. Sesekali menoleh ke arah rombongan kami.
Kebetulan saya yang berada persis di belakangnya. Sesekali saya menoleh ke teman-teman
laki-laki yang ada di belakang saya. Memperhatikan raut muka mereka ketika
melihat pemandangan itu. Ahmad dan Wisnu yang berboncengan terlihat cekikikan,
Atika dan Eko juga sepertinya terkagum-kagum. Masya Allah. Hahahahaha.
Jam 12.00, kami sampai di Kopeng
(desanya). Kita masih bingung mau nyari untuk birdwatching. Kita berhenti
sejenak di depan sebuah toko. Minum sejenak setelah selama perjalanan 2 jam
nggak minum. Lalu sang ketua angkat bicara. Dia berkata bahwa lokasi
birdwatching kita di Pos 1 Pendakian Merbabu. Buseeett. Saya kaget
mendengarnya. Kita mau birdwatching di gunung? Yakin? (pikiranku langsung
melayang ke teman-temanku yang alergi dingin dsb). Kita bingung. kita berenam
sama sekali tak ada yang mengerti tempat ini. Kebetulan tadi pas di jalan saya
melihat papan penunjuk arah menuju pendakian merbabu. Kita ke sana. Karena
masih bingung, akhirnya saya dan Atika bertanya kepada bapak-bapak tukang ojek
yang sedang membuat api unggun (api kita sudah menyalaaa). Ya, udara di sini
dingin.
Kita tarik kesimpulan dari
ngendikanipun bapak tadi. Baiklah, kita menuju Pos Thekelan. Berharap kita
menemukan base camp,biar cepet ketemu birokrasinya. Jalanan yang tidak begitu
lebar, banyak yang berlubang, kanan kiri pepohonan melambai karena angin gunung.
Dalam perjalanan, kita di samperin seorang bapak bersepeda motor. Ya agak
serem, tapi saya ndak takut. Bapak itu memberitahu ke kita untuk berhati-hati
selama perjalanan. “banyak pinus yang tumbang” katanya. Bapak itu lalu
mendahului kita, berada di depan rombongan kami seolah menunjukkan jalan kepada
kami.*baik banget bapaknya, meskipun mukanya serem. Di sebuah pertigaan,
bapaknya menghentikan motornya, dan menoleh ke kami. “Lurus terus saja ya mas
mbak, hati-hati ya” ucapnya sambil mengarahkan dengan bahasa tubuhnya. Lalu
beliaunya belok kanan di pertigaan itu. “Terimakasih pak, maturnuwun sanget
Pak”.. ucap kami.
Kita terus melaju, dengan hati-hati
sesuai ucapan bapak tadi “hati-hati banyak pinus yang tumbang”. Sampai akhirnya
kita tak meyakini tempat kita berada. Kita berhenti, menentukan arah. Lalu kita
lanjut. Sejenak kemudian, kita putus asa. Kita berhenti pada sebuah masjid. Dan
memutuskan untuk shalat Dzuhur terlebih dahulu. Waktu menunjukkan pukul 12. 45.
Setelah shalat, kita berbincang sejenak. Memikirkan keberlanjutan survey ini.
Akhirnya kita membuat opsi, Tanya dulu kepada penduduk tentang keberadaan base
camp, kalau jauh kita balik dan ke pEnggaron, kalau deket, kita lanjut, survey
di sini. Baiklah. Saya dan Atika kembali yang bertanya. Setelah bertanya ke
sebuah rumah dan bertemu ibu-ibu, kita mendapatkan sebuah informasi. Basecamp
tidak jauh dari sini. Baiklah, kita lanjut naik. Jalannya sudah halus, tapi
lumayan ekstrim, sehingga membuat saya pesimistis apabila kita jadi Latsus di
sini.
Sampailah kita di Basecamp, tapi
setelah ada penduduk lewat, beliau berkata “basecampnya bukan di sini mbak,
tapi di situ (di seberang jalan tempat kami berdiri). Kita beranjak ke sana.
Tapi yang jaga base camp tak ada. Kita menunggu, menunggu, sampai ada anak
kecil yang muncul dan senyum-senyum kepada kami. Nah, kita tanyai saja ini
anak, siapa tau bapaknya adalah penjaga basecamp ini. Benar saja, anak itu
adalah anak penjaga basecamnp ini. Tak lama kemudian bapak penjaga basecamp
keluar, kita di persilakan masuk basecamp. (lumayan serem juga ini basecamp).
Kita memperkenalkan diri kami sebentar dan langsung menyampaikan maksud dan
tujuan kami ke tempat itu. Kemudian bertanya Tanya tentang pertanyaan yang
sudah kami list sebelumnya. J. Tak lama perbincangan
kami dengan Pak penjaga basecamp. Kita memutuskan balik, Karena cuaca yang
sudah mendung dan hujan rintik-rintik.
Tapi sang Ketua ingin mengerti tempat yang akan kita pakai besok alias
Pos 1. Yasudah karena banyak yang setuju, kami berbalik badan menuju basecamp
kembali untuk minta izin kepada Bapak penjaga basecamp untuk naik ke Pos 1.
Karena diperbolehkan, kita langsung cus menuju pos 1. Baru 10 menit perjalanan,
kita di hantam angin, hujan dan kabut. Kabut (teringat ketika di Lawu). Lalu kita
berteduh di sebuah gubuk tempat pembibitan. *melas*.
Hujan makin deras dan
kabutpun makin tebal. Kami menunggu dengan gelisah. Saya sendiripun malah jadi
sedih L. Beberapa
saat kemudian, kabut pergi, hujan tinggal sisa-sisanya, kami lanjut perjalanan
ke atas. Di jalanan yang licin itu kita bertemu bapak-bapak yang pulang dari
mengambil rumput. Kami menyapa. Di belakangnya ada mas-mas pendaki yang turun.
Mereka menyapa “mau naik mas mbak?” buset, Cuma saya yang njawab “mau survey”
yang lainnya cuma mesam mesem. Ya mungkin pada mbatin kali ya. Padahal
jelas-jelas dari kami tak ada yang berpakaian layaknya pendaki, saya aja pakai
celana jeans, pakai payung pula. Ketemu lagi mbak mas pendaki di belakangnya.
Ada yang bilang ke kami. “ya mas mbak tadi ada badai lho di atas, hatihati,
tapi sudah berlalu, haha” zzz. -,-. Kemudian saya bertanya ke seorang pendaki
yang ketemu lagi di depan kami tentang keberadaan Pos 1. Masih jauh, masih 3km
katanya. Buseeeettt. Kita nggak bakal nyandak ke Penggaron kalau kita mau lanjut
terus sampe Pos 1. Mau berapa jam? Haaaaah. *pusing *pening
Akhirnya kita hanya naik sebentar untuk mencari tempat yang agak lapang
yang sekiranya bias buat ndiriin tenda,, seenggaknya kita ada tempat buat
besok. Entah meskipun kita harus survey lagi apa gimana yang penting kita udah
dapet bayangan deh.
15 menit kemudian, kabut datang. Saya jadi takut. L. Beberapa
menit kemudian setelah semuanya fix, kita turun, kita terjebak kembali oleh
hujan. Lariiii lariiiii, menuju sebuah gubuk tak berpenghuni. Hujan, mereda,
kita kembali ke base camp untuk melapor ke bapak penjaga basecamp sekalian
berpamitan dan membayar retribusi kami watu itu. Kita dibebaskan dari seluruh
biaya retribusi lohh.. bapaknya baik banget.
Wekekek..
“untuk kali ini nggak usah mbayar mbak, wong Cuma survey kok, hheehe”
Perjalanan kami lanjutkan menuju Penggaron, Ungaran. Perdebatan sempat
terjadi anatara Wisnu dengan Ahamad. Namun, Ahmad lah yang menang. Baru
setengah perjalanan menuju Penggaron, kami terjebak hujan lagi, entah mengapa
Hujan di bulan Juni ini begitu mengerikan di a wilayah ini. Tambah lagi jalanan
yang penuh, macet, dan bebarengan dengan pulangnya orang-orang perindustrian.
Akhirnya sampailah kami di Hutan Penggaron. Ya, tempatnya lumayan
“singup”. Yaiyalah wong udah sore dan cuaca pun mendung. Benar-benar hutan.
Kereeen. Kami harus menempuh perjalanan kaki yang lumayan jauh menuju Camping
Ground. Saya yang notabene orang sekitar sini, baru pertama kali datang ke
Hutan Penggaron ini. Memalukan.
Cukup singkat keberadaan kami di Penggaron karena waktu juga sudah sore dan beberapa diantara kami ada beberapa keperluan selanjutnya. Setelah berbicara sedikit dengan pengelola, kami memutuskan untuk pulang ke Solo.
Yah perjalanan yang melelahkan (stress) namun bias menjadi pelajaran
buat kita semua, buat kita berenam pada khususnya. Daaan, akhirnya Kopenglah
yang dipilih untuk tempat Latihan lanjut Kepak Sayap. Yeee,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar